Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

DomaiNesia

Warna Warni Dunia

Imajinasi Tanpa Batas




Warna Warni Dunia

Wahai Kemarau, kapankah Hujan akan datang untuk membasahi Bumi yang kering. Puluhan Purnama terlewati begitu saja, tanpa bosan bibir ini selalu bertanya, kapan Hujan akan membasahi Bumi?


Andai Hujan datang, Ia ingin berlari di tengah Hujan, biar Hujan mencumbui tubuhnya. Hujan bercampur air mata membasahi sekujur tubuh. Adakalanya Ia ingin berteriak, biar penghuni Bumi mendengar suara Makhluk Bumi yang tidak dianggap keberadaannya, hanya kesilapan yang diingatnya dan tidak pernah dilakukannya.


Rembulan yang selalu menemani malam-malam panjangnya, Rembulan  mengetahui apa yang dilakukan Perempuan itu. Seorang Perempuan yang hanya bisa terdiam ketika telunjuk mengarah padanya, Ia bisa apa ketika telunjuk itu selalu dan selalu mengarah padanya. Seolah Ia  pencuri permata yang tertutup peti kaca berlapis emas.


Keheningan menemani hari-harinya, memilih menyepi dari hingar bingar duniawi, meski saat ini baju Dunia masih melekat ditubuhnya, tapi raganya berada di Dunia Sunyi. Terasa damai bila hati sedang menyepi, meski namanya selalu disebut-sebut di panggung sandiwara. Banyak lakon yang disematkan padanya, tapi biarlah, hanya Tuhan yang Mengetahui. Ia sedang menjahit Dunianya sendiri. Hanya segelintir makhluk yang bisa memahaminya. Biarlah.





Asalkan bukan pemilik sepasang mata itu yang ikut menyematkan lakon di panggung sandiwara. Terkadang berdiri di sudut jalan Sunyi, menyaksikan peran-peran yang mereka lakonkan, pertunjukkan yang mereka pertontonkan mengikuti skenario yang telah diarahkan sutradara, meski sering melenceng dari skenario awal.


Sepasang Merpati terbang rendah menemani perjalanan ini, bulunya terlihat putih bersih dan aih, mereka sepasang, Merpati Jantan selalu melindungi pasangannya, meski tidak terlihat kemesraannya, sepasang Merpati selalu bersama mengepakkan sayapnya, tidak ada yang berjalan sendiri atau ditinggalkan, mereka selalu bersama, menemani dua pasang kaki ini berjalan.


Awal cerita yang tidak pernah ditulis dengan sengaja, menguak kisah misteri yang selama ini menjadi pertanyaan. Terjawab sudah. Potongan-potongan kisah yang tercecer, sedikit demi sedikit telah disatukan dan mendekati sempurna. 


Bak bola mata, Purnama bulat dengan sempurna seolah lampu Taman yang menerangi gelapnya Bumi. Begitupun dengan kehadiran, yang akan memekarkan kuncup-kuncup hati. Sepasang burung Merpati menemani perjalanan ini.


Impian-impian yang menjadi nyata, bukankah semua berawal dari mimpi? Kita bangun mimpi itu. Dijahit sedikit demi sedikit, jarum itu tajam terkadang jari jemari berdarah tertusuk jarum itu, tapi kita terus menjahit lembaran demi lembaran, untuk kita jadikan pakaian penutup aurat.


Nahkoda kapal terus melaju, ombak dan badai sudah dilewati, meski badan basah kuyup terkena percikan air laut, petir menyambar, tak surutkan perjalanan. Kapal bocor sudah biasa, menghantam karang sudah biasa, kapal itu akan terus berjalan, sampai pada tempat yang dituju.


Walau ingin semua mata melihat, tak perlu sebuah wewara. Karena rasa bukan iklan murahan, ditawarkan dengan wajah memelas. Rasa, bukan untuk menunjuk diri akan keberadaan, biar berdiri dibalik panggung, menyaksikan kemeriahan di atas pentas, tepuk tangan membahana penuh kepalsuan. 


Ada dalam ketiadaan, kekuatan rasa menjadikan Ia ada, biarlah tak terlihat, tapi bersemayam di ruang hati. Bibir ini berpagar untuk menahan rentetan kata yang keluar dari ruang gelap. Biarlah ratusan kata tertahan, biar belati tak tertancap. Bukankah rasa sabar salah satu ilmu yang sulit dilakukan? Untuk itu Ia belajar diam menelan segala pil pahit yang mereka lemparkan.


Rasa rindu pasti ada, biarlah rasa itu ada dan tersimpan dilubuk hati, terlipat dengan lipatan sangat rapih. Jangan robek kerinduan ini dengan kata-kata yang menoreh luka. Tutup pintu hati biar tak sembarang bisa memasukinya. Jangan pernah mengobral kata-kata hati karena itu akan melukai, ingatlah itu.


Isi Dunia saat ini seperti hidangan yang sudah basi, terlihat gemerlap, tapi mematikan hati. Biarlah sedikit demi sedikit menjauhinya, supaya tidak tenggelam dari kenikmatan sesaat. Jalan setapak menjadi pilihan yang sedikit makhluk Tuhan memilihnya. 

ADSN1919




 

 Kembali

Halaman
1

 © 2020-2023 - Rumahfiksi.com. All rights reserved

Apriani1919
Apriani1919 Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam karena itu membuat aku tiada secara perlahan
www.domainesia.com