Dunia Melenakan

Aku sempat terlena dalam mimpi panjang, mimpi yang begitu indah sampai enggan untuk bangun, sampai sepasang tangan menarik tubuh dengan keras, tubuhku terasa sakit dan sedikit memar, tapi aku terjaga dari mimpi panjang yang melenakan. Sepasang tangan itu menggenggam dengan erat, agar aku selalu terjaga.
Hembusan angin sepoi-sepoi sering melenakan, seperti pujian-pujian membuat lupa diri dengan tujuan perjalanan ini, hardikan terkadang dibutuhkan sebagai pengingat diri.
Bagai meminum segelas jamu yang terasa pahit di lidah, tapi menyehatkan, itulah nasehat. Banyak yang memilih gula karena manis padahal lambat laun mematikan.
Banyak orang terkecoh dengan apa yang dilihat dan didengar, padahal belum tentu kebenarannya. Asumsi menguasai pikiran, putih dibilang hitam, merah tersampaikan ungu, itulah manusia.
Dua pasang mata menatap tajam, setiap tingkah polah manusia terlihat jelas, "Tak seperti itu, bukan seperti itu!" teriakan itu tertelan dengan gemuruh kata-kata.
"Biarlah, biarkan semua dengan asumsinya, Tuhan Maha Tahu," kata-kata dari pemilik sepasang mata tajam selalu menguatkan dan mengingatkan.
Nasehat menyadarkan aku, tak mungkin membungkam satu persatu ucapan dari reribu mulut dan telinga yang mendengar.
Tangan itu selalu menggenggam dan nasehat demi nasehat masih terdengar.
"Dunia itu melenakan sayang bangunlah!"
ADSN1919