Enam Tahun

Enam Tahun
Notebook

Enam Tahun

Konten Premium

Tidak diperlukan komitmen.Batalkan kapan saja


Cuaca hari itu terasa panas sekali, matahari seolah tepat diatas kepala, keringat membasahi sekujur tubuh. Seperti biasa pulang kuliah  aku naik angkot,  tumben hari itu dalam angkot penuh sesak dan aku kebagian duduk paling belakang di dekat kaca. 

Sebagian penumpang dalam angkot terlihat mulai terkantuk-kantuk, mungkin lelah setelah seharian beraktifitas, dalam angkot yang berisi seorang perempuan paruh baya, perempuan muda yang tengah membawa anak perempuan berumur sekitar tiga tahun, seorang laki-laki muda serta beberapa anak sekolah yang memakai seragam putih abu-abu, kulihat sepertinya mereka ini siswa-siswa STM. 

Laju mobil terasa kembali tersendat-sendat, dalam hiruk pikuk jalanan kota, tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara teriakan dari  beberapa orang siswa yang kulihat mengenakan seragam putih abu-abu di luar angkot yang tengah kutumpangi.

Beberapa siswa diluar angkot kulihat tengah menggedor-gedor kaca angkot yang kami naiki sambil terus berteriak-teriak menyuruh supir untuk menghentikan kendaraannya. Dalam situasi yang kulihat sedikit kurang bersahabat itu kulihat beberapa orang siswa yang mengenakan seragam berbeda dari anak-anak STM yang berada di dalam angkot ini berusaha masuk dan hendak menarik mereka keluar dari dalam angkot ini. 

Sesuai dengan harapanku dan juga para penumpang lainnya, sopir angkot yang kami tumpangi ini tetap nekat, tidak mau berhenti meski beberapa anak STM dari sekolah lain yang menghadang laju kendaraan ini terlihat begitu marah dengan sikapnya.

Entah mau jadi apa negeri ini di masa depan nanti, melihat perkelahian antar siswa seperti menjadi hal yang biasa dan dianggap sudah tidak aneh lagi terutama di jam-jam pulang sekolah seperti sekarang ini.

Saat ini aku terjebak di dalam situasi yang tidak nyaman. Aku yang duduk paling belakang semakin terpojok, beberapa lemparan batu sempat memecahkan kaca mobil ini dan akhirnya mobil yang tengah kutumpangi bersama para penumpang lainnya itu berhenti total, karena sudah dikepung oleh anak-anak STM yang sedang menggedor-gedor kaca mobil ini, suasana saat ini benar-benar sudah tidak kondusif lagi, diluar sana terdengar suara-suara teriakan beberapa anak- anak STM dan juga suara anak kecil di dalam angkot yang menangis ketakutan, juga suara ibu-ibu yang mulai terlihat panik dan sepertinya mulai terlihat ketakutan dengan keadaan yang kacau balau saat ini.

Aku hanya mampu menahan nafas, jujur saja aku tidak tega saat melihat anak-anak STM yang tadi berada di angkot ini disuruh keluar dan setibanya diluar mereka langsung memukulinya begitu saja, dari dalam mobil ini aku bisa mendengar suara jerit kesakitan dan teriakan minta ampun dari anak-anak STM yang tadi berada di dalam angkot ini. Lagi-lagi sopir dan para penumpang yang tersisa tinggal perempuan semua ini tidak mampu berbuat banyak melihat penganiayaan yang tengah terjadi. 

Dari balik kaca angkot, bisa kulihat lelehan darah mulai mengotori seragam putih milik anak STM yang tadi berada di dalam mobil angkot ini.

Supir kembali menyuruh kami agar tidak keluar angkot, tiba-tiba "praaaang!" kaca mobil belakang sebelah kiri tempat aku duduk saat ini pecah terkena lemparan batu dari anak-anak STM yang masih terlibat tawuran, beberapa serpihan kaca yang pecah ini sempat mengenai lengan kiriku. 

"Awwwww" Aku menjerit karena kaget. Tangan kiriku terasa sakit dan  mengeluarkan darah, tiba-tiba ada seorang anak lelaki yang  memakai baju putih abu-abu, menyuruh kami semua yang berada di dalam angkot ini untuk segera turun, karena sekolah lawan bertambah banyak dan mobil yang kami tumpangi dihujani batu.

"Turun, semuanya turun, bahaya dalam angkot!" Teriak anak lelaki kurus tinggi yang memakai baju putih abu-abu bermata tajam itu keras. 

Semua penumpang turun termasuk aku, darah mengucur dari lengan kiriku, baju putih yang kupakai  sudah memerah terkena darah, melihat kondisi tanganku yang masih terus mengeluarkan darah, anak lelaki yang tadi berteriak itu kaget, tanpa ragu Ia menggendongku sambil setengah berlari untuk mencari tempat yang aman dan menjauhi area yang menjadi tempat kerusuhan ini.

Aku dibawa lari menjauh dari tempat kerusuhan, ketika sudah berada ditempat yang menurutnya sudah lumayan aman, aku dia dudukkan di atas rumput, Ia merobek baju tangan kiriku yang penuh darah, dan selanjutnya dia merobek bajunya sendiri untuk mengikat bekas luka di tanganku agar tidak semakin banyak darah yang keluar.

Aku meringis kesakitan dan terisak karena merasa sakit dan juga begitu marah dengan semua keadaan ini.

"Kalian puas sekarang!" Teriakku kesal sambil melihat ke arah anak-anak sekolah yang baru saja ikut tawuran ini.

Aku pukul dada anak lelaki yang tadi sempat menggendongku dan membawanya ke tempat ini. melihat kemarahanku ini, dia dan beberapa orang temannya yang tadi sempat menolongku itu hanya terdiam sambil terus memendangiku yang masih menangis karena merasa begitu kesal dengan semua keadaan yang terjadi di tempat ini.


"Maafkan kami mba, aku tidak menyangka akan ada korban, kami hanya mencari anak STM yang menusuk temanku, sampai temanku meninggal, kami hanya ingin memberi pelajaran dan kami melihat salah satu yang menusuk itu berada di angkot yang mba tumpangi tadi." 

Aku masih diam sambil menahan sakit di tangan kiriku, mungkin karena kedua  tanganku tanpa sadar memukulinya dengan keras, luka di tangan kiriku berdarah kembali. 

Sesaat kulihat wajah anak lelaki itu panik, dia lalu berteriak pada temannya agar membawa motor ke tempat ini.

Tanpa ragu ia menggendongku, Ia naik motor yang dibawa temannya, posisiku ditengah. Aku tidak bisa berkata-kata lagi, dalam kondisi panik dan badan terasa begitu lemas, aku hanya mampu diam saat  darah dibawah siku tangan kiriku itu mulai kembali mengalir deras hingga membasahi bajuku dan juga baju anak lelaki itu.  

Ketika sampai Rumah Sakit, aku memaksa untuk turun sendiri karena malu dengan posisi di gendong, akibat darah masih terus mengalir, ketika turun dari kendaraan badanku terasa limbung, dan aku terjatuh di samping motor. 

Anak lelaki yang tidak kukenal itu kembali menggendongku, aku menatap wajahnya, diwaktu yang bersamaan anak lelaki itu juga menatap mataku, mata kami beradu pandang dan tiba-tiba hatiku berdebar, terasa ada getaran aneh dan titba-tiba saja pipi terasa hangat. Masih anak SMA pikirku, ngapain juga baper. Untuk pertamakalinya aku melihat lelaki itu tersenyum penuh arti sambil menatapku yang mulai ditangani salah satu perawat di RS ini. 



Anda dapat membaca Konten Premium dengan Metode Pembayaran, silahkan berlangganan untuk lanjut membaca

Enam tahun sudah berlalu semenjak kejadian tak terduga itu.  Dan entah apa kabarnya sekarang anak lelaki yang pernah menolongku dulu.

Di antara hiruk pikuk kota, hari itu aku kembali tergesa-gesa berangkat ke tempat kerja, banyak map yang aku bawa karena hari ini ada rapat penting dengan klien ku. Tiba-tiba bruk, ada yang menabrakku sampai map yang berada didalam gengamanku itu  berhamburan semua ke atas lantai.


Sambil menggerutu aku mulai mengambil berkas-berkas yang teronggok dilantai. 


Orang yang menabrakku barusan hendak membantuku untuk membereskan berkas-berkas yang berserakan di atas lantai, kudengar suara seseorang mengucapkan permintaan maaf. tiba-tiba saja tanganku berhenti mengambil salah satu berkas yang tersisa, aku mendengar suara seseorang yang sepertinya tidak begitu asing ditelingaku. Spontan aku langsung menoleh dan melihat ke wajah orang yang tadi menubrukku hingga berkas-berkas di tanganku berserakan di lantai.


Kedua bola mataku spontan membulat dari balik kacamata yang kukenakan saat ini.


Perasaan jengkel, senang dan juga kaget serta seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi di tempat ini bercampur aduk menjadi satu. Anak lelaki yang telah menghilang dan selama enam tahun ini sering menggangu pikiranku itu tiba-tiba saja sudah berada di depanku.

Masih seperti tidak percaya dengan pandangan kedua mataku, kutatap wajah anak lelaki yang enam tahun lalu pernah menolongku, aku ingat, saat itu dia masih mengenakan seragam putih abu-abu.

Seraut wajah tampan yang juga tadi sempat kaget melihatku saat ini kulihat sedang tersenyum lebar sambil menatap ke arahku.


"Mba, aku mencarimu selama bertahun-tahun, mengapa keluar paksa dari Rumah sakit waktu itu?" Katanya tegas. 


Hatiku kembali berdesir, ternyata ini benar-benar dia, bukan mimpi, gumamku dalam hati. Sesaat tubuhku terasa membeku, aku hanya mampu diam, mematung di depan lelaki yang lebih pantas menjadi adikku itu namun wajah dan sikapnya dulu sempat membuatku hampir gila karena tidak bisa berhenti memikirkan dirinya.

Dulu aku keluar paksa dari rumah sakit karena memang jujur saja saat itu aku berusaha untuk menghindari dirinya, namun akhirnya setelah aku sempat berusaha mencarinya dan tidak pernah bertemu lagi setelah kejadian di RS itu, aku sadar bahwa sengaja pergi dari RS itu karena hendak menghindarinya adalah hal terbodoh yang pernah aku lakukan di dalam hidupku saat itu.

Saat itu kami bahkan belum sempat berkenalan aku tidak tau siapa namanya dan juga dimana tempat tinggalnya orang yang sempat menolongku keluar dari tempat kerusuhan kala itu. Dan semua kejadian singkat itu seolah tidak bisa kuhapus dari kedua kelopak mataku.

"Bertahun-tahun aku mencari keberadaanmu mba, aku merasa bersalah karena membuat mba saat itu terluka seperti itu, setelah memastikan mbak mendapat perawatan dari RS itu aku dan teman-teman kembali ke tempat tawuran dan setelah itu aku kembali ke RS untuk melihat keadaan mbak disana, tapi kata perawat mbak sudah pulang dan tidak mau di rawat inap di RS itu, awalnya aku dan beberapa temanku kembali ke rumah sakit karena ingin meminta maaf pada mba. 

Dalam rasa bersalah itu aku sempat berusaha mencari mbak, namun kota ini terlalu luas dan padat untuk anak seusiaku kala itu, hingga akhirnya aku pergi meninggalkan kota ini tanpa sempat meminta maaf pada mba, saat itu aku pindah keluar kota karena ayahku pindah tugas. 

Saat itu darah mudaku cepat naik bila ada yang mengusikku dan mengusik teman-temanku, dulu aku tak peduli dengan orang-orang yang telah aku lukai. Tapi ketika melihat tangan mba yang berdarah dan harus dijahit, entah kenapa aku merasa bersalah, hingga rasa bersalah itu akhirnya membuatku memutuskan kembali ke kota ini dengan satu harapan bahwa suatu saat aku akan bertemu dengan mba lagi di kota ini.

Mba, sekian tahun aku tidak bisa melupakan wajah mba, melihat tangan mba yang terluka, melihat mba yang menangis sambil meluapkan rasa jengkel mbak sama aku, saat itu aku seperti bisa merasakan rasa sakit dan juga amarah mbak melihat kami tawuran dan jujur saja ingatan itu seperti menghantuiku selama ini.

Mba, sekian lama aku pendam perasaanku ini tanpa seorangpun tahu, betapa hampir gilanya kala itu saat harus pergi meninggalkan kota ini, begitu ingin rasanya saat mengetahui keadaan mbak setelah sempat terluka akibat ulah aku dan teman-temanku.

Aku tidak bisa menahan rasa lagi, jangan pergi paksa lagi ya mba, karena aku mencintai mba." Ucap lelaki itu panjang lebar  dan tanpa tendeng aling-aling sambil menatap lembut ke arah mataku.

Aku masih terdiam, terpaku dan membisu mendengarkan semua ucapannya barusan.

Ya Allah apa aku tidak salah dengar? Sekian lama aku juga hampir gila karena tidak bisa berhenti memikirkan dirinya yang menghilang bagai di telan hantu.

Sempat kusesali sikapku dulu yang pernah pergi paksa karena merasa malu bertemu dengan dirinya yang sempat menggendongku, namun akhirnya dalam diam aku hanya mampu merutuki kebodohanku sendiri kala itu, jujur saja saat itu aku ingin tau lebih jauh tentang dirinya, siapa namanya, dimana rumahnya dan enam tahun lamanya aku tidak bisa berhenti untuk memikirkan dirinya.

Diantara suara langkah kaki orang-orang yang berada di tempat ini aku masih diam terpaku, dan saat menyadari bahwa semua ini adalah nyata, aku sempat merasa linglung, kedua pipiku sontak merona merah, ada perasaan syok dan juga bahagia menerima kenyataan bahwa ternyata dia juga memiliki perasaan yang sama denganku.

Setelah berusaha menenangkan diri sejenak, dengan kekuatan yang masih tersisa, aku berusaha untuk tetap setenang mungkin dan tetap berdiri di hadapannya, walau jujur saja saat ini aku ingin berlari dan segera memeluk erat tubuhnya. 

Sambil menarik nafas dalam-dalam, kutatap wajah lelaki yang usianya lumayan terpaut jauh denganku ini.

"Kita kan baru bertemu lagi, sepertinya jangan terburu-buru mengatakan cinta.." Kataku pelan dan sok bijaksana, meski jujur saja saat ini aku hampir saja berlari menghampirinya dan ingin memeluk erat tubuhnya, saat ini aku nyaris tak lagi  mampu berdiri dihadapannya, kedua kakiku terasa gemetar menahan rasa bahagia, "Terima kasih Tuhan, aku bahagia sekali saat ini," bisikku dalam hati.

Jujur saja aku benar-benar jatuh cinta pada pertemuan yang pertama dengannya dulu, pertemuan yang tidak disangka-sangka, saat itu dia masih memakai seragam putih abu-abu, sementara aku sedang dalam proses menyelesaikan gelar sarjanaku.

"Tapi, kita lihat saja nanti" kataku jinak-jinak merpati dan setengah menggodanya, aku berusaha menyembunyikan rasa bahagia di dalam hatiku karena telah kembali bertemu dengannya di tempat ini.


***

Pertemuan singkat itu memberi perubahan besar bagi kehidupan kami berdua, saat ini percakapan kami berdua tidak lagi hanya sebatas percakapan hati yang berada di dalam pikiran, walau kembali terpisah oleh jarak namun saat ini bukanlah menjadi halangan.

Karena dia bekerja diluar kota dari tempatku berada saat ini, komunikasi kami lebih sering menggunakan  aplikasi chating, setiap hari lelaki itu selalu memberiku kejutan demi kejutan, lewat puisi, lewat cerpen. 

Kadang lucu juga rasanya, padahal aku tau betul bahwa lelaki ku itu tidak romantis dan cenderung pendiam pada kenyataannya, tapi kalau sudah menulis cerpen romantis sekali, dan kalau sudah cemburu bisa berjam-jam ngomelnya he.he..

Meski usianya terpaut beberapa tahun di bawahku, namun aku melihat kesungguhannya, lelaki itu sangat menjagaku, dan akhirnya lelaki itu menemui ayahku dan meminta secara langsung pada ayahku bahwa Ia ingin menjadikanku sebagai ibu dari anak kami kelak.


***

Ayam jantan berkokok menandakan pagi sudah datang, aku terbangun dan melihat ke arah lelaki yang dulu ketika masih memakai seragam baju putih abu-abu itu berani  memeluk dan menggendongku yang bahkan saat itu kami masih belum saling mengenal antara satu dengan lainnya.

Ah, cinta itu memang penuh misteri, rahasia dua hati yang sempat terpisah oleh jarak dan waktu akhirnya kembali disatukan melalu jalan yang tidak pernah disangka-sangka berkat kesabaran dan ketulusan dua hati yang saling mencintai antara satu dengan yang lainnya.

Selesai 


ADSN1919

© 2025 - Rumahfiksi.com. All rights reserved

 

KONTEN PREMIUM
Anda dapat membaca Konten Premium dengan Metode berlangganan, silahkan pilih paket layananan:Berlangganan 1 Tahun Rp.120.000,-atau Rp.25.000,- untuk sekali baca
Sudah mendapatkan kode? Silahkan masukan Kode dan klik kotak biru ini untuk lanjut membaca

Posting Komentar

Direkomendasikan untuk Anda

Rp 3.410.445
Jasa Pembuatan Website siap pakai di Pekanbaru
Rp 1.878.293
Jasa pembuatan blog siap pakai di Pekanbaru
Rp.25.000,
Berlangganan Konten Premium Rp.25.000,00 sekali baca atau Rp.120.000,00 per tahun
Rp.110.000,
Toko Buku Onlie
Lihat harga
Jika Anda berminat bisa menghubungi kami
Lihat harga
Jasa Pembuatan Peta dan Pemetaan yang 1919 Mapping