MENCINTAIMU ADALAH TAKDIRKU

Perjalanan Waktu
MENCINTAIMU ADALAH TAKDIRKU
| kamu baca

 


MENCINTAIMU ADALAH TAKDIRKU

Di bawah langit senja yang membara di ufuk barat, Aruna berdiri di tepi pantai Parangtritis. Angin laut berhembus lembut, membawa aroma asin yang bercampur dengan kenangan masa lalu. Di tangannya, ia menggenggam selembar surat yang warnanya sudah pudar. Surat itu adalah sisa terakhir dari seseorang yang pernah membuat hatinya bergetar — Raka.

Lima tahun sudah berlalu sejak mereka berpisah di halaman kampus. Saat itu, Raka harus menerima pekerjaan di luar negeri. Aruna masih ingat jelas kata-katanya.

“Jika cinta ini takdir, Aruna… kita akan bertemu lagi, bahkan tanpa janji.”

Sejak hari itu, Aruna belajar bahwa cinta sejati bukan tentang kepemilikan, tetapi tentang keyakinan. Ia melanjutkan hidupnya dengan menjadi guru di sebuah sekolah kecil di Yogyakarta. Hari-harinya diisi dengan tawa anak-anak dan aroma kapur tulis, tapi ada ruang sunyi di hatinya yang tak pernah benar-benar terisi.


Pertemuan Tak Terduga

Suatu sore, sekolah tempat Aruna mengajar menerima seorang relawan pendidikan dari luar negeri. Kepala sekolah memperkenalkannya di depan para guru.
“Teman-teman, ini Raka Pratama. Beliau akan membantu program bahasa Inggris di sekolah kita selama satu tahun.”

Nama itu membuat jantung Aruna berhenti berdetak sejenak. Ia menatap wajah pria di depan ruangan itu — dan waktu seolah berhenti.
“Aruna?”
“Raka?”

Suasana kelas mendadak hening. Semua kenangan yang dikubur dalam-dalam mendadak muncul ke permukaan. Raka tersenyum, dan tatapan itu masih sama seperti lima tahun lalu — hangat dan penuh keyakinan.

“Aku pulang,” katanya pelan, “karena aku tahu mencintaimu adalah takdirku.”

Air mata Aruna jatuh tanpa bisa ditahan. Ia tidak menjawab, hanya menunduk, membiarkan perasaannya berbicara lewat diam.


Cinta yang Tak Pernah Padam

Hari demi hari berjalan seperti mimpi. Aruna dan Raka kembali bekerja bersama, mengajar anak-anak di desa, menulis rencana pelajaran, dan berbagi tawa di bawah pohon flamboyan yang sedang berbunga.

Raka kini terlihat lebih matang. Ia tidak lagi seperti pemuda yang dulu impulsif dan penuh semangat muda. Kini ia tenang, sabar, dan lebih bijak.
“Waktu membuatku banyak belajar,” katanya suatu sore. “Aku sadar, cinta sejati tidak butuh alasan. Ia hanya butuh ketulusan untuk bertahan.”

Aruna tersenyum.
“Dan aku belajar,” balasnya lembut, “bahwa menunggu bukan hal sia-sia, jika yang ditunggu adalah orang yang tepat.”

Setiap kata yang mereka ucapkan terasa seperti doa yang dijawab langit.


Ujian Takdir

Namun, takdir tidak selalu berjalan semulus yang diharapkan. Dua bulan kemudian, Raka mendapat kabar bahwa ia harus kembali ke luar negeri lebih cepat karena perpanjangan kontrak kerja yang tertunda.

Aruna terpaku.
“Jadi… kamu akan pergi lagi?” tanyanya dengan suara bergetar.
Raka menatapnya dengan mata yang sendu.
“Ya, tapi kali ini aku tak akan pergi tanpa janji. Aku akan kembali, Aruna. Bukan lagi sebagai seseorang yang meninggalkanmu, tapi sebagai seseorang yang menjemputmu untuk hidup bersama.”

Aruna menggenggam tangan Raka erat-erat.
“Kalau memang itu takdir kita, aku akan tetap di sini. Aku percaya, cinta sejati selalu tahu jalan pulangnya.”


Kembali untuk Selamanya

Dua tahun berlalu. Aruna masih setia mengajar di sekolah yang sama. Banyak yang menyarankan agar ia melupakan Raka, tapi hatinya berkata lain. Ia percaya pada janji dan takdir yang pernah diucapkan.

Suatu pagi yang cerah, saat Aruna sedang menulis di papan tulis, terdengar suara langkah kaki mendekat. Ia menoleh, dan melihat sosok yang sangat dirindukannya berdiri di ambang pintu — Raka, dengan senyum yang sama seperti dulu.

“Aku sudah menepati janjiku,” katanya lembut. “Aku pulang untuk menjemputmu.”

Aruna menutup mulutnya dengan tangan, air mata mengalir deras. Seluruh ruang kelas terasa berhenti berdetak. Anak-anak bertepuk tangan tanpa tahu apa yang sedang terjadi, hanya merasa bahwa kebahagiaan sedang melingkupi guru mereka.

Sore itu, di bawah langit Yogyakarta yang lembut, Raka berlutut di hadapan Aruna.

“Aruna, izinkan aku melanjutkan takdirku bersamamu. Bukan hanya hari ini, tapi setiap hari setelah ini.”

Aruna mengangguk sambil menangis bahagia.

“Ya, Raka… karena mencintaimu juga adalah takdirku.”


Makna dari Takdir

Hari pernikahan mereka sederhana namun penuh makna. Tidak mewah, tetapi hangat. Aruna dan Raka menikah di tepi pantai tempat mereka dulu berpisah — tempat yang kini menjadi simbol pertemuan abadi.

Raka menatap Aruna sambil menggenggam tangannya erat.
“Laut mengajarkan kita tentang kesetiaan, Aruna. Ombak datang dan pergi, tapi lautnya tetap sama.”
Aruna tersenyum.
“Dan cinta kita… seperti laut itu. Tak akan pernah surut.”


Pesan Cerita

Cinta sejati tidak mengenal jarak dan waktu. Ia akan tetap hidup di antara doa, kesetiaan, dan keyakinan bahwa setiap perpisahan bukanlah akhir — melainkan jalan untuk mempertemukan dua hati yang ditakdirkan untuk bersatu.

Kadang, semesta hanya ingin menguji seberapa kuat kita bertahan. Karena ketika kita benar-benar yakin, cinta akan menemukan jalannya sendiri. Dan pada akhirnya, mencintaimu bukanlah kebetulan — tapi takdir yang sudah tertulis sejak awal waktu.


Tag:
cerpen romantis, kisah cinta sejati, mencintaimu adalah takdirku, cerita cinta inspiratif, cerita cinta mengharukan, kisah cinta jarak jauh, kisah cinta penuh harapan, cerita romantis terbaru, kisah viral google berita, cerita cinta Indonesia


Baca Juga
Posting Komentar

Direkomendasikan untuk Anda

Rp 3.410.445
Jasa Pembuatan Website siap pakai di Pekanbaru
Rp 1.878.293
Jasa pembuatan blog siap pakai di Pekanbaru
Rp.25.000,
Berlangganan Konten Premium Rp.25.000,00 sekali baca atau Rp.120.000,00 per tahun
Rp.110.000,
Toko Buku Onlie
Lihat harga
Jika Anda berminat bisa menghubungi kami
Lihat harga
Jasa Pembuatan Peta dan Pemetaan yang 1919 Mapping

]]>