Perempuan dari Masa Depan dan Cinta yang Tak Pernah Usai
Cerpen romantis tentang seorang penulis muda yang bertemu dengan perempuan misterius dari masa depan. Kisah cinta yang menyentuh hati ini membuktikan bahwa cinta sejati tak pernah mengenal batas ruang dan waktu.
Awal Pertemuan di Kafe Tua
Di sebuah kota kecil yang tenang, hidup seorang penulis lepas bernama Aditya. Malam-malamnya selalu dihabiskan di kafe tua dekat stasiun. Ia terbiasa menulis, menatap layar, dan sesekali menyesap kopi pahit untuk menemani kesendiriannya.
Namun, suatu malam hujan deras, denting lonceng pintu kafe berbunyi. Seorang perempuan asing masuk dengan wajah teduh dan tatapan dalam. Namanya Aira. Kehadirannya seolah membawa cahaya baru dalam hidup Aditya yang penuh kesepian.
Rahasia dari Masa Depan
Sejak pertemuan itu, Aditya merasa ada yang aneh. Aira tahu banyak hal—tentang teknologi yang belum ditemukan, perubahan besar yang akan terjadi, bahkan tentang tulisan-tulisan Aditya yang belum pernah ia publikasikan.
Saat ditanya, Aira menjawab dengan tenang:
“Aku datang dari masa depan.”
Awalnya Aditya tidak percaya. Namun, cara Aira berbicara terlalu nyata untuk dianggap lelucon. Ia datang bukan hanya sekadar berjalan-jalan, melainkan mencari Aditya, penulis yang karyanya di masa depan akan dikenang sepanjang zaman.
Cinta yang Tumbuh Diam-Diam
Hari-hari berjalan, kedekatan mereka tumbuh. Aditya merasa hidupnya kembali penuh warna, sementara Aira menemukan ketenangan yang jarang ia rasakan di zamannya sendiri.
Namun, kebahagiaan itu tidak abadi. Aira menyimpan rahasia besar—ia hanya punya waktu terbatas di masa kini. Mesin waktu akan segera memanggilnya kembali ke masa depan.
“Aku harus pergi,” kata Aira dengan lirih. “Tapi cinta ini tidak akan pernah hilang, Aditya. Ia hanya berubah wujud.”
Perpisahan di Peron Stasiun
Malam terakhir mereka bersama, hujan tipis turun di peron stasiun yang sepi. Lampu jalan menciptakan bayangan panjang, menyelimuti langkah-langkah mereka.
Aira meraih tangan Aditya, lalu menyelipkan sebuah kalung kecil berbentuk pena. “Simpan ini. Saat kau menulis, aku selalu ada di antara kata-katamu.”
Sekejap kemudian, cahaya terang menyelimuti tubuh Aira. Ia pun menghilang, meninggalkan keheningan yang menyayat hati.
Cinta yang Abadi dalam Kata-Kata
Sejak malam itu, Aditya menulis tanpa henti. Setiap kali ia menyentuh liontin itu, kata-kata mengalir deras, seolah Aira hadir membisikkan inspirasi. Tulisan-tulisannya menyentuh banyak hati, menembus ruang dan waktu.
Bagi dunia, Aditya adalah penulis besar.
Bagi dirinya, ia hanyalah pria yang menunggu perempuan dari masa depan.
Dan bagi Aira—di masa depan yang jauh—ia tetap membaca karya-karya Aditya, membuktikan bahwa cinta mereka memang tak pernah usai.
Pesan Moral:
Cinta sejati tidak berakhir meski dipisahkan oleh ruang dan waktu. Ia akan terus hidup dalam kenangan, doa, dan karya yang abadi.






