Rania dan Hari Selasa
Rania dan Hari Selasa
Halo semua, saya akan mencoba menulis satu tema cerita pendek tentang Rania Benci Hari Selasa, dengan versi yang berbeda. Dengan satu tokoh yaitu Rania. Saya akan menulis tentang Rania sebagai anak remaja (usia 15 tahun), seorang gadis (usia 24 tahun) dan wanita dewasa (usia 38 tahun).
Saya akan mencoba menulis dengan pola pikir yang berbeda. Semoga para pembaca berkenan dan memberikan saran yang membangun. Selamat membaca.
Rania Benci Hari Selasa
Bunda merasa heran dengan sikap Rania, yang selalu bilang benci hari Selasa. Ketika bunda bertanya alasannya Rania enggan menjawab. Dia hanya bilang "Pokoknya aku benci hari Selasa!"
Bunda sangat aneh saja, biasanya orang membenci hari Senin, karena mulai bekerja lagi setelah hari Minggu libur, lha tapi ini, Rania anak remaja berusia lima belas tahun membenci hari Selasa dan setiap ditanya alasannya, dia hanya diam.
Sampai suatu malam, Rania ketiduran dengan buku Diary terbuka dan ternyata dia menulis kesedihan dan kebenciannya pada hari Selasa.
'Hai Diary apa kabarnya, bundaku sangat penasaran kenapa aku membenci hari Selasa, sebenarnya aku ingin berterus terang pada bunda, tapi aku ga mau bunda sedih. Jadi aku milih diam.
Diary, apa aku salah membenci hari Selasa? Karena di hari Selasa, papa pergi setelah lama tidak bertemu. Aku hanya bisa memandangi mobil yang membawanya pergi sampai mobil itu menghilang.
Diary, aku tau papa disana sedang bekerja mencari nafkah buat aku dan bunda. Kerjaan papaku sangat berbahaya karena berhadapan dengan orang-orang yang bisa dibilang baik atau tidak. Aku suka was-was kalau papa bekerja.
Diary, aku bertemu papa hanya sebentar, semoga papa segera pulang kembali. Aku kasian sama bunda yang pasti sedih juga tinggal berjauhan. Aku tidak mau bunda tau aku sedang bersedih. Karena papa bilang, jangan pernah membuat bunda bersedih.
Diary, aku menjaga bunda biar bunda tidak sedih. Entah sampai kapan aku membenci hari Selasa, bisa saja sampai papa datang kembali.
Diary...'
Ternyata Rania sedang menulis di diary dan belum selesai menulisnya karena dia ketiduran. Sekarang bunda tau kegundahan hati Rania. Karena tugas negara kami berjauhan dan kami sedang proses pemindahan. Rania belum tau rencana kami dan biarlah nanti menjadi hari bahagia untuknya.
***
Hari Selasa, Hari yang Aku Benci
Embun masih berjatuhan kala Amran pergi dengan mobil menuju suatu kota. Amran dijemput supir ketika Ia sedang asyik berjalan berdua dengan Amran.
Rania dan Amran sepasang kekasih yang baru bertemu kembali, setelah sekian lama disibukan dengan pekerjaan masing-masing. Hubungan mereka telah terjalin sembilan tahun dan baru tiga tahun berjauhan.
Rania mengenal Amran ketika masa SMA. Amran adalah adik kelasnya, saat itu Rania ketua OSIS yang disegani karena ketegasannya, sedang Amran adalah laki-laki yang bermasalah, bagai langit dan bumi.
Amran sering dipanggil guru BP karena sering terlambat masuk sekolah, tapi dia cuek saja dan tidak jera. Sampai suatu hari, Rania melihat Amran duduk termenung di kantin. Seolah dia tidak menikmati keramaian kantin yang saat itu sangat berisik.
Rania penasaran dan mendekati Amran serta menanyakan keadaan Amran. Terlihat mata Amran terlihat kaget melihat Rania mendekatinya. Tak terasa air matanya jatuh di pipinya yang hitam manis, Amran merasa terharu ada orang yang memperhatikannya dan menanyakan keadaannya. Sementara yang lain sudah antipati padanya, karena dia murid bermasalah.
Amran hanya menyerahkan selembar kertas ketika Rania menanyakan kabarnya.
Rania membaca kertas yang disodorkan Amran, panggilan untuk orangtua Amran, karena dia sering bolos sekolah. Ketika Rania menanyakan tentang orangtuanya, Amran hanya berkata lirih bahwa kedua orangtuanya sudah meninggal dan dia hanya tinggal bersama neneknya. Alasan dia sering bolos karena harus mengantar neneknya ke Rumah Sakit.
Rania berlari ke ruang BP, menemui pak Indro dan menjelaskan padanya alasan Amran bolos sekolah. Pak Indro belum percaya sebelum ada bukti dan Rania berjanji akan memberikan bukti yang diminta pak Indro.
Sore itu Rania berdiri di depan pintu rumah yang sangat sederhana, rumah yang bisa dibilang tidak layak karena berdinding triplek dan beralas semen ala kadarnya.
Rania ragu untuk mengetuk pintu, terdengar dari dalam rumah suara erangan kesakitan dan suara seorang laki-laki, seperti suara Amran sedang menghiburnya.
Rania mengetuk pintu dengan pelan-pelan, dan tidak lama pintu terbuka, terlihat Amran memandang dengan heran melihat Rania berdiri di depannya. Dengan ragu dia mempersilakan Rania untuk masuk ke rumahnya.
Rania masuk dan terlihat di ruang tamu sekaligus ruang keluarga, seorang nenek sedang terbaring lemah di atas kasur tipis. Perut nenek itu membesar sedangkan badannya sangat kurus.
Rania hanya bisa melihat dengan rasa haru melihat keadaan Amran. Rania membujuk Amran untuk segera membawa neneknya ke rumah sakit, awalnya Amran menolak, tapi Rania terus memaksa dan akhirnya Amran pun mengikuti saran Rania.
Nenek Amran hampir satu bulan di Rumah sakit, selain terkena tumor di perutnya banyak penyakit yang menggerogoti tubuhnya dan harus menjalani operasi pengangkatan tumor.
Semua biaya ditanggung oleh orang tua Rania dan teman-teman Amran di sekolah. Rania berhasil memberikan pengertian pada para guru dan teman-temannya. Sebagai ketua OSIS dia menggalang dana untuk nenek Amran dan dana yang terkumpul bisa untuk membayar Rumah Sakit.
Rania rajin mengunjungi nenek Amran. Karena sering bertemu akhirnya timbul rasa simpati diantara keduanya dan mereka berdua berhasil lulus dengan nilai yang sangat baik dan berhasil masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Setelah lulus kuliah Amran mendapat panggilan kerja diluar daerah dan Rania diterima bekerja di Bank terkemuka di daerahnya.
Sebulan sekali Amran mengunjungi Rania, gadis yang sangat dicintainya. Meski Rania berasal dari keluarga kaya, tapi Rania mau menerima Ia apa adanya. Biasanya Amran datang setiap hari Jumat dan pulang hari Selasa.
Rania sering berkata pada kekasihnya bahwa dia benci hari Selasa, karena setiap datang hari Selasa mengingatkannya bahwa Amran meninggalkannya meski sementara dan begitu setiap bulannya.
***
Ketika Aku Membenci Hari Selasa
Diluar hujan turun tipis-tipis, udara dingin menusuk tulang. Rania membangunkan suaminya dengan lembut, dikecup pipi dan bibir suaminya dengan lembut. Suaminya tidur dengan sangat lelap dan mendekur dengan pelan.
Suaminya menggeliat dan mengerjapkan matanya seperti enggan untuk bangun. Amran suaminya bukannya bangun, malah memeluk Rania dengan lembut dan mengecup leher Rania.
Rania berbisik pada Amran agar bersiap-siap mandi, karena pukul 06.00 mang Dodit supir kantor akan datang menjemput. Hari Selasa pagi itu Amran harus segera berangkat ke Jakarta. Sudah dua tahun Amran mutasi ke Jakarta dan selama tiga tahun itu setiap sebulan atau dua bulan sekali Amran mengunjungi Rania Istrinya.
Rania sudah menyiapkan air hangat-hangat kuku serta handuk untuk mandi suaminya. Ketika Rania mau keluar kamar mandi, tiba-tiba Amran sudah menghadang depan pintu dan mendorong Rania masuk kamar mandi.
Terdengar gumaman dan rasa hangat ditengah udara yang dingin menusuk tulang. Hampir setengah jam mereka di kamar mandi dan keluar dengan wajah cerah, dengan handuk yang melilit tubuh mereka.
Setelah sarapan dan minum kopi, Amran menenteng tasnya menuju mobil jemputan yang akan membawanya ke Jakarta. Jalanan masih masih ketika kendaraan yang ditumpangi Amran suaminya melaju perlahan meninggalkan kota tercinta.
Setelah suaminya tak terlihat, Rania menangis merasa berat mengantar suaminya masuk ke mobil jemputan. Hanya dalam hati Ia berkata "Mas, aku benci hari Selasa yang selalu memisahkan Kebersamaan".
***
Inilah cerpen sederhana yang saya buat tiga versi. Semoga para pembaca berkenan membacanya dan saya sedang belajar mengasah kemampuan saya kembali. Salam Literasi.
ADSN1919