Lima Puisi ADSN1919
Lima Puisi ADSN1919
Tak terasa berkecimpung dalam dunia tulis menulis sudah lama, semua penulis itu mempunyai ciri khas masing-masing dan kita tidak bisa meniru gaya penulis seratus persen. Karena pengalaman, wawasan dan gaya penulis mencurahkan dalam tulisan itu tentu berbeda-beda.
Saya mengumpamakan ada gaya bahasa langit, bahasa yang tinggi dan cenderung sulit dicerna oleh orang awam dan pujangga itu sudah melewati asam garam dunia penulisan. Ada pula bahasa bumi yang mudah dicerna oleh orang awam, seperti puisi-puisi dibawah ini, harap dimaklumi saya tidak mempunyai latar belakang dalam dunia tulis menulis, otodidak semua dan diksinya juga sangat ringan dan tentunya masih butuh belajar.
Seperti belajar berenang tanpa pelampung, terjun bebas di lautan beruntung tidak tenggelam, begitulah gambaran saya dalam dunia tulis menulis. Hehehe
Dari kecil saya memang senang menulis, teringat ketika saya masih kecil, saya menulis cerpen tentang keluarga yang kurang mampu dan hanya bisa makan satu butir telur dibagi untuk semua keluarga, sayang sekali waktu dulu tulisan saya berceceran dan hilang entah kemana. Karena dulu saya menulis di buku diari dan buku itu sudah hilang.
Beruntung saat ini saya mempunyai tempat untuk menyimpan semua tulisan saya, dan kapanpun saya bisa membuka kembali. Saya tak menyangka tulisan saya sudah mencapai ribuan dari beberapa media online yang saya isi. Prinsip saya daripada ngerumpi lebih baik kita berkarya semampu yang kita bisa. Selamat menikmati puisi-puisi sederhana ini. Salam literasi.
***
MALAM
Malam ketika rembulan tepat di atas kepala dengan bulat sempurna.
Burung-burung bersembunyi dalam sarangnya
Binatang liar mencari tempat hangat untuk pejamkan matanya
Hanya binatang malam berkeliaran bebas
Burung hantu menatap tajam digelap malam
Kelelawar mengepakkan sayap hitamnya mencari mangsa
Disudut kecil, seorang perempuan menengadahkan tangannya
Butiran mata tak henti-hentinya mengalir
Perempuan itu teringat, Tuhan pernah mendengar doanya
Perempuan itu yakin, Tuhan kabulkan pintanya
Perempuan itu hanya meminta, Tuhan pertemukan ia dengan Dia yang pernah datang, ketika ia meringkuk sendirian
***
KUTUTUP MALAM DENGAN SENYUMAN
Setangkup doa kucurahkan malam ini
Bersyukur atas sebuah karunia
Limpahan doa tercurah untukku
Goresan pena terpatri namaku
Hanya Tuhan membalas semua kebaikan
Hanya Tuhan yang mengabulkan doa menjadi nyata
Untuk para sahabat
Terimalah salam santunku
Tak bisa membalas semua ucapan
Terimalah rasa hormatku
Tarian pena malam ini
Menjadi jejak masa depan
Terpatri selamanya
Tuhan begitu banyak kasih sayang padaku
Sahabat
Kututup malam ini dengan senyuman
Terima kasih telah mengisi hari indahku
Dengan lautan doa
Aku melihat tatapan hangat para sahabat
Aku melihat ucapan tulus para sahabat
Aku melihat dan merasakan ada cinta di sana
Terima kasih dan terima kasih
***
AWAN TAK MAMPU SEMBUNYIKAN PURNAMA
Langit malam bercahaya, tapi kenapa yang terlihat hanyalah Awan?
Padahal seharusnya malam ini Purnama sempurna bulatnya
Ternyata separuh Purnama tersembunyi di balik Awan
Ada apa dengan Awan?
Meski awan selalu berusaha sembunyikan Purnama
Tapi Purnama tau ada dua bola mata yang selalu mengharapkan pancaran sinarnya
Dalam persembunyian Awan Purnama mencoba tuk pancarkan sinarnya
Agar dua mata yang selalu mengharapkan pancaran sinarnya tersenyum bahagia
***
SONYA dan BUBUK KOPI
Namanya Sonya, ia malu-malu menyebut namanya, setiap sore berdiri depan rumah, rambut terurai tak peraturan, hanya pakai kutang dan kain pendek.
Namanya Sonya, setiap hari ia selalu meminta bubuk kopi. Ya bubuk kopi tanpa air, gula apalagi susu. Bubuk Kopi ia kunyah seperti memakan kue yang lezat.
Namanya Sonya, bila tertawa giginya hitam penuh bubuk kopi, meski berumur hidupnya tanpa beban. Bahagianya sederhana bila ia dapat mengunyah bubuk kopi di mulutnya.
Namanya Sonya, ia mau membantu menyapu halaman meski bayarannya bubuk kopi. Dimatanya bubuk kopi lebih berharga dibanding uang apalagi perhiasan.
Namanya Sonya, ia lebih memilih bubuk kopi dibanding sepiring nasi dengan lauk pauknya. Ia tak pernah meminta cuma-cuma bubuk kopi, ia keluarkan keringat dan tenaganya untuk mendapat bubuk kopi.
Namanya Sonya, entah dimana ia kini setelah puluhan tahun tak melihatnya. Setelah aku tinggalkan kampung halamannya.
Namanya Sonya, perempuan Desa dengan mata polos meski telah berumur, entah kenapa hati ini merindu tatapan polos mata itu.
Namaku Dinni, meski saat itu masih kecil ia dapat merasakan tatapan tulus seorang perempuan kumal yang dianggap tak waras. Perempuan kumal itu selalu menerima bubuk kopi dari tangan mungil perempuan kecil di masa itu.
***
PELACUR ITU BERNAMA....
Sebuah nama keluar dari mulut bergincu, nama yang indah, seindah tubuhnya dengan senyum menggoda, mata laki-laki yang haus kehangatan akan terpesona, ingin merasakan kehangatan tubuhnya.
Perempuan itu tak peduli siapa yang akan menghujamnya, lelaki gagahkah, lelaki gendutkah dengan perut membuncit, lelaki muda dan tua akan dilayaninya, asal lembaran-lembaran masuk dompetnya.
Meski terpaksa dan tersiksa senyuman selalu menghiasi perempuan itu, para lelaki yang ingin menghujamnya tak pernah bertanya padanya, kepuasan dan kepuasan yang dicari, masa bodoh air mata yang menggenang di mata perempuan itu.
Kalau bukan karena penghianatan tak mungkin perempuan itu tersesat di dunia kelam, kalau bukan mata bening yang menanti, ia ingin hentikan semua.
Bila perempuan baik-baik yang di rumah tau, meski lelakinya yang mendatangi perempuan itu, tetap saja perempuan itu yang di persalahkan. Sedang para lelakinya akan berlagak tidak tau, bagai membuang kotoran di jalan.
Perempuan itu hanya diam dan tersenyum meski gerimis turun di hatinya, mata bening dan polos menari-nari di matanya. Aaahhhh
Adsn1919