Melipat Lidah, Waktu, Senyuman dan Kata
Melipat Lidah
Tak salah bila sedari dini diajarkan rasa kecewa
Hidup tak selamanya indah sesuai keinginan
Setiap makhluk pernah merasakan rasa cinta, damai, bahagia serta kecewa
Seandainya bisa memilih ingin rasanya tak mengenal namanya kecewa
Tapi inilah hidup, mau bagaimana lagi
Manusia hanya menjalankan lakon dengan berbagai pernak-perniknya
Bila kaki benar dianggap berpijak
Tak mungkin terlewat
Manusia hanya berharap
Menyadari diri makhluk lemah sangat lemah
Menapak pun belum kokoh
Ada yang lebih kokoh pijakannya
Tak dipungkiri melipat lidah
Meluruskan lidah tak terjawab
Dua kejora memandang dengan rasa
Seperti inikah?
Seperti melukis di atas air
ADSN1919
Melipat Waktu
Meski tak mungkin, pernah terlintas dalam putaran otak, memilih dan melipat waktu
Melewati waktu yang tak ingin dilewati, tetap harus dilewati
Masa terlewat tak selamanya indah, gelombang kadangkala datang
Malam gigilkan diri, bersembunyi dibalik selimut biar tak terlihat
Melipat waktu salah satu keinginan bila perjalanan dirasa panjang
Menahan gejolak panasnya bagai didihan air di atas tungku
Mata selalu disuguhkan dan diperlihatkan kehidupan nyata
Merasa berusaha tak merasa biar sakitnya gigitan semut tak dirasa
Menghujam rasa bagai remasan kertas dalam tong sampah
Memahami itu adalah senjata yang selalu disodorkan serta dihidangkan sebagai lauk pauk
Mengerti salah satu penawar racun yang disuguhkan dalam cangkir tak bertelinga
Menangis pembawa air sungai yang selalu mengalir dari hulu ke hilir
Mentertawakan kehidupan itu hanya akan membuat Tuhan semakin murka
Merpati akan selalu terbang kembali pada sarangnya meski tiada keinginan
Melihat meski tak ingin, dipaksa melihat keistimewaan dibersamainya
Memasrahkan hidup pada Sang Pemberi hidup adalah pilihan terakhir
ADSN1919
Melipat Senyuman
Hari ini aku bertanya pada diri sendiri
Mengapa hari ini senyuman menghilang?
Aku mencari ke semua saku baju tak ada
Begitupun di dalam laci dan di kolong pembaringan tak ada pula
Di atas meja berjalan ada nasi goreng dan teh manis panas
Menyuap perlahan dengan harapan senyuman menyusul
Mulut ini masih enggan tersenyum
Meski ayam goreng mampir dalam mulut
Nasi goreng dan secangkir teh manis itu masih panas
Dipaksa ditelan untuk mencairkan kebekuan hati
Hari-hari terasa panjang dilewati
Ingin rasanya mulut ini menelan jarum jam yang seolah berhenti berdetak
Cepatlah berlalu, seperti janji terucap untuk melukis awan di angkasa
Melukis dengan tinta merah jambu
Seperti dua iris mentimun dan potongan tomat merah di atas nasi goreng
Bukan sekedar hiasan yang hanya dianggap ada dan bila tak suka bisa dibuang semaunya
Aku masih mencari senyuman dalam lipatan waktu dan lipatan lidah
Entah siapa yang berhasil mengambil senyuman ini
Disembunyikan ditempat yang tak semua bisa melewatinya
Aku akan melewatinya agar bibir ini bisa tersenyum kembali
Saat ini biarlah aku lipat senyuman dengan rapi ditempat tersembunyi
Suatu saat aku akan menemukannya tempat persembunyian itu
Suguhan dunia semakin berwarna dengan berbagai rasa
Bibir ini belum bisa tersenyum, sampai aku bisa menemukan lipatan senyuman kembali
ADSN1919
Melipat Kata
Aku memilah kata yang pantas diucapkan dan yang tidak
Kata demi kata disetrika dengan rapi dan dilipat sekecil mungkin
Tak elok rasanya ketika harus melempar kata yang belum rapi
Diterima dengan cara berbeda
Tak mengapa menyembunyikan rentetan kata agar bisa melihat seulas senyuman
Kata yang sulit rapi akan aku ikat dengan kencang agar tidak berhamburan tak tentu arah
Kalau bisa akan aku buang ketika kereta berjalan cepat
Biar tenggelam dalam rawa-rawa ditelan ikan-ikan yang berjuang hidup di rawa
Kata-kata yang belum rapi bagai hamparan pesawahan sejauh mata memandang
Meski tak seluas lautan tak bertepi
Aku masih terduduk dengan ribuan kata akan dipilih satu persatu
Kata yang pantas dan tak pantas untuk aku katakan padamu
ADSN1919
Keren kumpulan puisinya mbak Din. Sukses selalu ya. Salam hangat
BalasHapusTerimakasih mas Warkasa telah mampir di blog ini, salam hangat kembali 🙏
HapusSemakin cantik, apik dalam menyusun kata kata unik. Sukses bu dini
BalasHapusTerimakasih telah mampir 🙏🙏
HapusCantik bahasanya cukup mengungkpkan sebuah kegalauan
BalasHapusTerimakasih mba Nita ☺️
HapusMentertawakan kehidupan itu hanya akan membuat Tuhan semakin murka. ..... Ahay. Diksi yang manis. Terima kasih telah berbagi inspiratif, ananda Dinni.
BalasHapusIya nek, terimakasih sudah mampir nek 🤗
Hapus