Menuju Pulang
Menuju Pulang
Semilir angin, dingin terasa mengusap kulit, menyelusup dalam hening malam beranjak dengan segerombolan binatang malam. Gemintang terlihat menyinari gelapnya langit, begitu indah Tuhan ciptakan alam semesta. Saling melengkapi.
Elang jantan mengepakkan sayapnya sekuat tenaga, terlalu malam terbang di angkasa saat menuju sarang menuju sepasang mata penuh penantian dan harapan akan kedatangan.
Lama sungguh lama elang itu terbang, tak mengapa asal Ia ingat sepasang mata penuh harap dan kecemasan, karena tau pemburu selalu mengintai menunggu lengah. Hanya doa mengiringi setiap kepak sayapnya.
Angin terkadang menjadi sahabat, terkadang pula menjadi musuh yang mematikan, teringat kepakan sayap elang itu yang hampir terkoyak, ketika terbang melawan arah angin, Ia tak mau mengikuti arah angin yang akan membuatnya membentur dinding langit.
Mata itu masih tajam penuh waspada, melihat serigala berbulu domba, elang terbang seolah tertipu, ternyata tidak! Serigala mati satu persatu.
Ambillah bara api bila itu membuat puas, taburkan ke udara percayalah bara api itu akan membakar yang menabur.
Tak terasa elang itu terbang menembus awan, melewati hujan badai sungguh hebat sayap itu masih kokoh demi menjaga yang harus dijaga. Tekad bulat membuat elang itu semakin kuat.
Udara seringkali berubah dalam sekejap, tak membuat surut untuk terus mengepakkan sayapnya. Elang itu melihat di bawah sana para pemburu menunggu celah agar elang itu jatuh ke tangannya. Buhul-buhul dan mantra kembali pada pemiliknya.
Lelah pasti terasa, perjalanan panjang dilalui setahap demi setahap. Ocehan burung gagak memekakkan telinga tak membuatnya mundur. Burung gagak berbulu hitam itu jatuh ke bumi, terhempas ke batu karang terdiam selamanya.
Andai tak sibuk melihat elang yang terbang di angkasa dan berharap kelengahannya. Tak mungkin kerikil di depan mata tak terlihat. Jangan pernah sibuk melihat kesilapan orang lain sampai terlupa kesilapan sendiri.
Naluri sang elang selalu tepat, kewaspadaan akan bahaya menyelamatkannya. Pemburu menyembunyikan senjatanya berharap elang percaya tawaran kebaikan, alangkah picik manusia yang hidup di dunia ini. Hebatnya elang itu tak terkecoh, terbang semakin tinggi demi yang harus ditepati.
Gagak terseok-seok menyesali ocehan yang berbalik padanya, bumi terasa panas memanggang tubuhnya, merpati yang terlihat bersahabat menatap penuh kegembiraan. Ah ternyata gagak tertipu merpati.
Terlihat tak mungkin terbang di langit yang tinggi, angin semakin kencang, sanggupkah terus terbang melawan kencangnya angin? Janji terpatri dalam sanubari, menguatkan sayap itu terbang menggapai tingginya langit.
Aduhai betapa indahnya sang Pencipta menciptakan rasa pada makhluknya, lihatlah elang itu menepati janjinya untuk terus berjuang dan terbang dengan berbagai angin, hujan dan badai yang menerpanya. Janji terpatri dalam jiwa bagai melekatnya daging dan kulit.
Hinaan dan pandangan sebelah mata selalu diarahkan padanya, bagai pendosa yang tak termaafkan, tiada yang tau kebaikan yang tersembunyi padanya, menjadi pilihan yang tak semua bisa mendapatkan, terlihat kotor di mata manusia yang merasa suci, tapi percayalah Tuhan punya pandangan lain.
Untuk yang selalu ada dan melihat kekurangan sebagai kesempurnaan, bentangan sayap kokohmu mampu menghalau rintangan menjadi jalan lurus meringankan kepakan sayap.
Nada-nada sumbang telah hilang terbawa angin, berbalas senyuman. Mendengar perihal tidak pada tempatnya, hanyut bersama derasnya air laut. Elang itu hanya bisa tersenyum memandang ribuan kata-kata hitam terbawa dan hilang ditengah laut, lenyap tak berbekas.
Setebal buku novel menulis kisah yang telah digariskan, sedalam lautan arti yang tak tertangkap akal manusia, tingginya langit tak tertembus oleh logika manusia, begitupun kehidupan.
Air laut akan tetap asin meski air hujan terus menerus mengisi laut, seperti ikan tetap terasa tawar meski hidup ditengah asinnya air laut. Praduga tak perlu selamanya didengar, setiap manusia mempunyai sudut pandang berbeda.
Yakinlah ada pelangi setelah hujan badai, ada kehidupan setelah kematian, harapan selalu ada pada manusia yang percaya keajaiban, seperti elang yang tetap terbang meski dalam intaian pemburu, karena Ia yakin pada sang Pemilik nyawa.
Anugerah terindah Tuhan ciptakan pada makhluk yang percaya pada pemilik rasa, cinta kasih akan menebarkan energi positif, dunia begitu indah bila hilang rasa benci, ikhlas dengan tempelan-tempelan melekat tidak pada tempatnya.
Nadi ini akan tetap berdenyut dengan irama yang sama, meski kerikil melukai jemari kakinya, tak surut tetap melangkah menggapai asa. Elang itu menuju pulang.
Gegap gempita menyambut kedatangan elang, berhasil menghalau rintangan di angkasa dan di bumi, saatnya bercengkrama dalam balutan rindu.
ADSN1919