Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

DomaiNesia

Curahan Untuk Tuhanku

Imajinasi Tanpa Batas

Curahan Untuk Tuhanku

Untuk Tuhan yang menciptakanku

Di penghujung malam, di saat sebagian makhluk hidup tertidur terlelap, kubuka kedua kelopak mata ini.

Di kesunyian malam kudengar sebuah tangisan, tangisan yang begitu  keras   dan  bersahutan. 

Aku mendengar tangisan langit, begitu menyayat, sangat perih.

Aku tau, setiap tangisan langit hadir,  bumi terasa segar dan sejuk, kuncup-kuncup bermunculan tumbuh dengan malu-malu. Ah,  Aku tutup kembali kedua kelopak mata ini, kembali dibuai pelukan malam, iringan air mata langit bagai musik pengantar tidur dan aku  terlelap, bersama mimpi-mimpi yang selalu menemani malam-malam panjangku.

Kumandang Adzan Subuh terdengar syahdu,  suaranya meniup-niup kedua pendengaranku, aku terjaga dan masih mendengar tangisan langit begitu keras, langit masih mencurahkan tangisannya, ada kerinduan yang ingin tersampaikan tangisan langit.

Tuhan, apakah langit sedang merindu bumi? Begitu kuat rasa rindu yang tercurah, aku dapat merasakannya dan iri pada bumi, yang didatangi kerinduannya. Tapi aku mohon, jangan menyimpan genangan di muka bumi ini.

Datanglah, beri kecupan sebagai pelepas kerinduan pada bumi, jangan simpan air mata langit di atas muka bumi.

Untuk Tuhan  pemilik cinta segala cinta

Tidak seperti biasa, mentari yang biasa selalu datang dengan garang, memanggang bumi, sampai penghuni bumi menggeliat kepanasan, siang ini tidak nampak, awan berhasil menyembunyikannya. Entah dibawa kemana. 

Air mata langit seolah tidak ada  habisnya, sesiang ini masih turun begitu deras, masih deras seperti pertama datang di penghujung malam, seolah tidak mau  memberi kesempatan pada penghuni bumi untuk merasakan hangatnya mentari. Ternyata, air mata langit begitu kuat rasa rindunya pada bumi dan aku kembali merasa iri. 

Sampai petang menjelang, kerinduan langit pada bumi masih tercurah, aku bersembunyi dibalik kaca, melihat cumbuan air mata langit  pada bumi. Makhluk bumi seolah tidak diberi kesempatan untuk menikmati udara, keluar dari tempat  persembunyiannya. 

Tuhan, seandainya bisa, aku ingin berlari di antara air mata langit  dan aku  ingin berteriak, 

"Rindu ini bukan hanya milikmu saja,  wahai air mata langit! Aku juga punya rasa rindu yang harus  kusimpan."

Aku akan terus berlari biar air mata langit membasahi wajah ini. Tak ada seorangpun yang mengetahui ada genangan di kelopak ini.

Untuk Tuhan pemilik hidup dan matiku

Bolehkah jika aku meminta pada-Mu, kabulkan sebuah doa yang tidak pernah berubah, selalu tercurah di siang dan malam, doa yang selalu sama dan hanya Engkau yang Maha Mengetahui.

Ya Tuhanku. Aku merengek dan menghiba pada-Mu, untuk   doa yang satu  ini.

Tuhan,  aku manusia tak berdaya yang juga memiliki reribu rindu yang harus kusimpan di ruang hati. 

Tuhan, aku ingin menjadi bumi yang dihujani reribu rindu sang langit. Tiadakan aku dalam dekapan cinta-Mu.


 

 Kembali

Halaman
1

 © 2020-2023 - Rumahfiksi.com. All rights reserved

Rumah Fiksi 1919
Rumah Fiksi 1919 Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

17 komentar untuk "Curahan Untuk Tuhanku"

  1. Pasrahkan semua kepada Tuhan sang pemilik cinta.. keren mbak☺️πŸ‘

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Tuhan tempat mengadu dan meminta, πŸ˜ŠπŸ˜€☺️

      Hapus
  2. Semoga terkabul doa secretnya mantap

    BalasHapus
  3. Kontemplasi paripurna.
    Sehat selalu mbak Din.πŸ‘πŸ™

    BalasHapus
  4. Inspiratif kak Dini. Kalau ada waktu silakan mampir di

    www.jejaksuni.com

    BalasHapus
  5. untaian kata yang sangat indah dan menyentuh kalbu

    BalasHapus
  6. "Rindu ini bukan hanya milikmu saja, wahai air mata langit! Aku juga punya rasa rindu yang harus kusimpan." ===>>> kereenn, Say.

    BalasHapus
  7. πŸ˜πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘

    BalasHapus
www.domainesia.com