Reribu Rindu
Reribu Rindu
Tak terbilang tetesan air hujan yang turun ke bumi, jatuh satu persatu dengan derasnya
Tetesan hujan bagai permata yang pecah ketika beradu dengan permata yang lain
Menyerap, meresap dihisap bumi, menyisakan genangan
Setiap tetesan hujan mempunyai arti, tentang sebuah titik temu
Setiap hujan tersimpan reribu rindu pada anak manusia yang menemukan lengkungan hati
Anak manusia berada di ujung langit yang berbeda merasakan tetesan hujan yang sama
Di bawah rimbunnya pepohonan seolah menyembunyikan sebuah keberadaan
Ketika sinyal terasa bermusuhan dan enggan menyapa, rasa tak terbendung
Percakapan tetap terjalin tak perlu yang diperlukan anak manusia
Alam sunyi sangat luas melebihi hingar bingar dunia maya
Dunia maya seolah di Tuhankan anak manusia tapi tidak di alam sunyi
Meski diam seribu bahasa, di alam sunyi bisa berselancar dan bersua
Bisa saling mendengar detak jantung dan merasakan hembusan napas
Hutan lebatpun tidak bisa menyembunyikan sebuah keberadaan
Jalan ini tidak semua orang bisa melalui, jalan yang penuh liku untuk menggapai cahaya
Tangan-tangan liar berusaha menghalangi, mencengkeram dengan kuat
Mulut-mulut berbisa berusaha membelokan akal pikiran, hasutan dan rayuan datang silih berganti
Kain putih bersih berusaha mereka masukan kembali dalam kumbangan
Apakah mereka tidak rela bila perjalanan ini lurus tak ada rintangan?
Kerikil-kerikil selalu mereka lempar demi menghalangi sebuah perjalanan
Tangisan dan amarah sering mengiringi setiap langkah
Bila tangan kokoh tak menggapai, betapa lemah diri ini
Air mata bagai tetesan hujan yang jatuh ke bumi, reribu kristal tersimpan di sana
Menjadi pilihan untuk sebuah perjalanan anak manusia
Anak manusia yang akan membangunkan mata-mata terpejam dibuai mimpi
Untuk Dia dan demi Dia mata ini terbuka dari belenggu
Kaki ini tetap melangkah demi sebuah perjalanan, kelokan demi kelokan telah dilalui
Meski berat, tapi terasa ringan karena sebuah genggaman, erat tak terlepas
Hujan telah membangunkan mimpi panjang, kedatangan membuat mata terjaga
Kilauan dunia tidak semenarik seperti saat setan menguasai penglihatan
Biarlah jalan sunyi ditempuh meski banyak onak dan duri
Cahaya semakin dekat, menyatu membalut tubuh, jauhkan dari mata-mata prasangka
Biarlah diri berbalut binatang jalang, menghempas tangan-tangan penuh noda
Jangan pernah raih kembali diri ini dari perjalanan sunyi, pilihan sudah dipilih tak mungkin dilepas
Hujan merasuk menyatu dalam tubuh mengiringi kidung sunyi. Damai
ADSN1919