Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

DomaiNesia

Berbeda itu Indah

Imajinasi Tanpa Batas

Berbeda itu Indah 

Allah menciptakan manusia dengan talenta yang berbeda-beda. Meski itu adik kakak belum tentu mempunyai talenta yang sama. Sebagai orangtua, kita harus peka dan paham dengan talenta anak kita, jangan menyamaratakan kemampuan anak-anak kita dengan kemampuan kita. 

Dok_ADSN1919


 

Seperti saya suka menulis cerpen dan berpuisi, saya tidak memaksa anak-anak saya untuk suka berpuisi atau menulis, meski saya pernah mengajak juga, tapi mereka tidak mau. Biarkan mereka mencari jati dirinya sendiri dengan pantauan kita tentunya. 

Dok_ADSN1919


 

Sesuatu yang dipaksakan itu tidak akan maksimal hasilnya, sekedar ikut-ikutan tidak akan langgeng karyanya, tapi kalau sudah hoby dan dari hati itu akan menghasilkan karya terbaik atau prestasi yang baik. 

Dok_ADSN1919


 

Saya berbicara seperti ini karena pengalaman sewaktu kecil, dulu orang tua saya selalu menyamaratakan kemampuan anak-anaknya, saya enam bersaudara, jarak antara anak nomor satu sampai nomor empat itu berdekatan, anak nomor satu ke nomor dua berjarak dua tahun, nomor dua ke nomor tiga juga dua tahun, jarak nomor tiga ke nomor empat hanya berselang setahun baru dari nomor empat kelima jaraknya berjauhan.

Dok_ADSN1919


 

Saya adalah anak ketiga, saat itu anak nomor lima masih bayi. Setiap Minggu  bapak selalu mengadakan pertandingan bulu tangkis untuk kami berempat, biasanya anak nomor satu berpasangan dengan anak nomor tiga (saya), anak nomor dua berpasangan dengan anak nomor empat. 

Dok_ADSN1919


 

Saya tidak suka olah raga yang berpasangan atau beregu, saat itu saya dipaksa harus bisa. Saya merasa bisa, tapi tidak di mata yang lain, saya dianggap tidak bisa dan sering melakukan kesalahan, bisa dipastikan saya dan kakak nomor satu sering kalah oleh kakak nomor dua dan adik saya. Saat itu saya sering jadi bahan olok-olokan karena dianggap tidak bisa apa-apa. 

Dok_ADSN1919


 

Saya merasa minder dan tidak bisa apa-apa, saat itu saya lebih senang menyendiri, kamar adalah dunia yang menyenangkan karena saya bisa menulis puisi meski sederhana. Dalam akademik saya pun kalah oleh adik saya, dan selalu dibanding-bandingkan dengan dia, saya semakin terpuruk dan tidak percaya diri, saya merasa anak yang bodoh dan tidak bisa membanggakan orang tua dengan prestasi. Karena saya merasa lemah saya memilih untuk tidak membantah apapun yang orang tua suruh, saya tidak pernah meminta dibelikan ini itu, saya pikir dengan tidak menuntut saya bisa membanggakan mereka.

Rasa minder ini berlangsung terus sampai saya SMP, masa yang dirasa sangat sulit ketika bapak mutasi ke perkotaan dan saya harus adaptasi dengan lingkungan baru, saat itu saya sulit untuk berteman karena saya merasa tidak bisa apa-apa, jauh berbeda dengan kakak dan adik saya yang cepat beradaptasi, saya cenderung diam dan menyendiri. Saya harus mengatasi sendirian karena orang tua saat itu sangat sibuk. Saya merasa malam hari adalah malam yang menyenangkan, tapi ketika pagi hari adalah hari yang sangat menyiksa.

Dulu saya sampai berpikir cara bunuh diri yang tidak menyakitkan itu yang mana, tapi saya takut sendiri karena saya membaca tulisan ada orang yang gagal bunuh diri dan dia jadi malu sendiri. Saya bersyukur masih dijaga oleh Allah SWT.

Ketika SMA di pesantren rasa percaya diri saya sudah mulai tumbuh, saat itu saya di percaya jadi ketua kelas, mau tidak mau saya belajar menjadi pemimpin dan sering ngobrol dengan guru yang akan mengajar di kelas. Ketika upacara saya dipercaya menjadi pemimpin upacara dalam bahasa Arab, Alhamdulillah saya bisa. Ketika SMA saya belajar berpidato karena ada kegiatan setiap malam Jumat itu berpidato atau ceramah, sekali lagi saya bisa tampil mendekati sempurna, dari situ rasa percaya diri saya sedikit demi sedikit mulai muncul. Apalagi saya pernah ditunjuk menjadi wakil ketua OSIS istilah di Pesantren itu OPPA (Organisasi Pesantren Putri As-Syafi'iyah).

Saya masuk Pesantren karena nilai saya pas-pasan ketika SMP dan biar saya bisa ngaji, karena tidak ada guru ngaji yang berhasil membuat saya bisa mengaji hehehe. Ketika SMA saya baru bisa mengaji dengan lancar melebihi saudara-saudara saya. Bahkan ketika kakak menikah saya yang bertugas membacakan ayat suci Al Qur'an.

Ketika masa kuliah rasa percaya diri saya muncul kembali, saya dipercaya menjadi dirigen, bahkan ketika masa kampanye pun saya sering tampil memimpin lagu dihadapan ribuan simpatisan. Saya meyakinkan  diri bahwa saya ini bisa menampilkan yang terbaik sesuai kemampuan saya. Sebelum tampil saya selalu berlatih di depan cermin.

Selama kuliah semua kegiatan saya coba, saya lebih merasa nyaman ketika di paduan suara dan menjadi dirigen.

Dari SD saya sudah senang menulis puisi dan cerpen, sayang sekali tidak pernah saya simpan, karena saya takut tulisan saya jadi bahan olok-olokan saudara-saudara saya, karena saya berbeda dengan yang lain. Ketika yang lain bertanding voli saat tujuh belas Agustus, saya memilih bersembunyi di kamar karena takut diajak bertanding hehehehe.

Minat saya dalam tulis menulis semakin terasah ketika saya mulai bekerja. Dan masuk komunitas literasi. Alhamdulillah saya sering dipercaya membuat puisi dan membacakan puisi, bahkan beberapa pejabat berkenan membacakan puisi saya.

Begitupun mendongeng. Saya kadang berpikir sendiri kenapa saya berbeda dengan yang lain, ketika yang lain suka olahraga saya lebih memilih di kamar dan menulis. Saya baru ingat dulu semasa kecil, paman saya selalu mendongeng dihadapan kami para ponakannya. 

Dok_ADSN1919


 

Saya dan para sepupu selalu menunggu kedatangan paman yang pintar mendongeng. Paman yang biasa dipanggil mang Alit yang artinya paman kecil karena mang Alit adalah adik bapak yang paling bungsu.

Mang Alit biasa mendongeng dan kami para ponakannya duduk dilantai, berkumpul mendengarkan dongeng mang Alit. Biasanya mang Alit mendongeng dalam bahasa Sunda, dengan judul 'Sakadang Peucang Jeung Buhaya' yang artinya seekor Kancil dan Buaya. 

Dok_ADSN1919


 

Mang Alit seringnya  mendongeng tokoh Sakadang Peucang, Dengan berbagai versi, ada Kancil dan Petani  Mang Alit dalam membawakan dongeng dengan penuh perasaan, kami sering terhanyut mendengar mang Alit mendongeng, kami khususnya saya sering membayangkan kisah yang diceritakan mang Alit.Ternyata kemampuan Paman saya dalam seni, sedikitnya menurun ke saya. 

Dok_ADSN1919


 

Dok_ADSN1919


Dok_ADSN1919


Semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk para pembaca, semua punya talenta dan galilah  talenta yang ada pada diri kita, jadilah diri kita sendiri meski berbeda. Jangan takut karena berbeda, bukankah perbedaan itu indah?.


ADSN1919

 

 Kembali

Halaman
1

 © 2020-2023 - Rumahfiksi.com. All rights reserved

Rumah Fiksi 1919
Rumah Fiksi 1919 Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

2 komentar untuk "Berbeda itu Indah "

  1. Tetap menjadi diri sendiri, keren. Terimakasih untuk goresan nya mbak Din. Salam hangatšŸ¤

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali mas, terimakasih sudah mampir, sukses selalu ☺️☺️

      Hapus
www.domainesia.com