Seperti Pintamu
Seperti Pintamu
Seperti
Pintamu, hari ini aku memasak menu sederhana, hanya tempe, perkedel
jagung, ikan kembung dan sambal terasi serta nasi panas. Aku melihat
engkau makan dengan lahap, tandas tak tersisa. Rasa lelahku hilang
sudah, melihat makanan yang aku sajikan tak tersisa.
Seperti
Pintamu, kita menjauh dari gemerlap duniawi yang terlihat seperti syurga
bagi yang mencari kesenangan. Rumah kita memang sederhana dibanding
para tetangga, tapi itu tak mengurangi rasa bahagiaku, bagiku rumah
besar tak menjamin penghuninya bahagia begitupun sebaliknya.
Seperti
Pintamu, apa yang kita lihat belum tentu seperti yang kita lihat, apa
yang kita dengar belum tentu seperti yang kita dengar. Jangan cepat
mengambil kesimpulan sebelum kita tau kebenarannya. Karena mata dan
telinga kita sangat terbatas, kita tidak tau apa yang terjadi dibalik
dinding rumah.
Seperti Pintamu, kita sengaja menyingkir sejenak
dari hiruk pikuk dunia yang terasa kurang bersahabat, saat ini kita
menjadi penonton oleh lakon yang sedang dipertontonkan, biarlah para
pemain memainkan peran masing-masing dan kita jangan ikut berperan.
Jalan terbaik dengan menarik kursi kita dibelakang panggung, jauh dari
sorot lampu.
Seperti Pintamu, kita tetap berjalan di jalan sunyi
yang terkadang ditempat sunyi ini kita tersenyum menyaksikan lakon
dunia, terkadang menangis. Kaki kita berdarah-darah menepikan kerikil di
tengah jalan yang bisa melukai yang lewat.
Seperti Pintamu diam
lebih baik, karena tangan kita masih terbuka untuknya. Meski air dan
minyak sulit disatukan. Kami masih seperti dulu dan tidak pernah
berubah, lihatlah kami dari hati, tangan ini masih terulur seperti dulu,
pulanglah bersama kami di rumah sederhana ini.
Seperti Pintamu
ketika meminta pena ini ditumpulkan, aku tumpulkan mengikuti pintamu,
kalau engkau meminta aku menggantungkan pena, akan aku lakukan.
"Goreskan
terus penamu sayang, jangan pernah berhenti menulis" bisikmu ketika aku
menangis di pundakmu, di suatu senja ketika angin lembut menepuk
pipiku.
Seperti Pintamu aku goreskan kembali mata pena ini,
diksi-diksi aku kumpulkan kembali menjadi taman dan pepohonan yang
rindang, meneduhkan siapapun yang melihat dari hati. Kita masih jadi
penonton memberikan kesempatan pada yang lain untuk mengambil peran.
Seperti
Pintamu, aku ikuti kemanapun kakimu melangkah, meski ke neraka
sekalipun. Ternyata kakimu membawaku ke tempat yang indah ini dengan
udara yang sangat sejuk, ditempat ini kita menemukan senyuman dan
keramahan di sekitar kita, saling menyapa dalam kedamaian. Jauh dari
hiruk pikuk perkotaan dan ketika itu kita berada di dalamnya.
Seperti
Pintamu, rumah yang kita bangun sering dikunjungi burung-burung yang
mampir sekedar memakan makanan yang kita siapkan, kupu-kupu berwarna
warni terbang di depan kita, warnanya sangat indah dan beraneka ragam.
Seperti Pintamu, aku menyuguhkan segelas kopi susu menemani senja di taman yang kita buat sendiri.
"Rasanya
masih pas, perpaduan kopi dan susu, rasa yang tidak pernah berubah
saat pertamakali menikmati kopi susu buatanmu" ucapmu tersenyum manis.
Seperti
Pintamu, rumah kita memang sederhana, tidak mengurangi rasa bahagia,
rumah yang jauh dari kebisingan. Kita memandang pegunungan sambil
menghirup kopi susu, yang kopinya diracik sendiri.
Seperti
Pintamu, pintu rumah ini masih terbuka untuk sepasang tatapan yang dulu
ramah dan bersama-sama menggenggam tangan ini. Kembalilah menjadi air
biar kita bersama kembali.
Seperti Pintamu, semua kamar yang ada
di rumah ini kita bersihkan dan diberi pengharum ruangan, kita yakin
sepasang mata itu akan kembali memasuki rumah sederhana kita.
Seperti
Pintamu, ucapan kita akan tetap sama dulu, sekarang dan masa yang akan
datang. Kita hanya bisa menanti dan tersenyum menyaksikan semuanya.
Seperti Pintamu, tak perlu kita ikut berperan karena waktu yang akan menjawab semua, entah sekarang atau nanti.