Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

DomaiNesia

Dukun [Bagian Dua]

Imajinasi Tanpa Batas

 Dukun [Bagian Dua]

<< Bagian Satu

"Minumlah!" katanya setengah memaksa.

 

Karena merasa tidak enak dengannya, kuterima uluran gelas dari tangannya, dan setelah Aku menghabiskan air di dalam Gelas itu, tiba-tiba saja Aku merasa diriku telah berada di tempat lain. Tadi setelah menelan tegukan yang terakhir dari air di dalam Gelas itu tiba-tiba saja tubuhku seperti terlempar ke dalam suatu ruangan yang suasanya terasa begitu berbeda dari ruangan-ruangan yang pernah kudatangi sebelumnya.

Di antara suara dentingan Piano, musik yang biasa kudengar untuk menidurkan Anak-anak kecil itu tiba-tiba saja Aku telah berada di dalam  suatu ruangan yang dinding-dinding itu dipenuhi dengan lukisan gambar-gambar lucu kesukaan anak-anak kecil. Kucium pipi seorang Gadis kecil yang entah bagaimana ceritanya tiba-tiba saja sudah berada di dalam pelukanku di dalam ruangan ini.

"Bunda, jangan tinggalkan Aku," suara Gadis kecil ini kudengar pelan di telingaku sambil memeluk erat tubuhku.

Di antara tatapan mata orang-orang yang sepertinya tengah menatap aneh ke arahku yang tengah menciumi Gadis kecil yang tengah memeluk erat tubuhku di dalam ruangan ini. Aku merasa wajahku tebal dan keras seperti Hulk, raksasa berwarna hijau yang sering kulihat di layar televisi. Sesaat Aku tutup wajah ini dengan kedua tanganku sambil terus ber-istighfar berulangkali, lambat laun wajahku kembali seperti semula. Tapi tak berapa lama kemudian wajahku menebal dan keras kembali, normal lagi, begitu terus berulang-ulang, sampai tanganku ada yang menarik. Aku kaget dan saat memalingkan wajah, kulihat ada wajah Nenek tersenyum di sebelahku.

 

Nenek?

   

Bukankah beliau sudah tenang di alam sana? Kenapa sekarang beliau berada di tempat ini dan duduk dihadapanku sambil memegangi tanganku?

 

Nenek memandangi wajahku penuh kasih, tak berapa lama, beliau mendekatkan mulutnya ke belakang leherku. Gigi taringnyanya yang berubah menjadi runcing-runcing dan tajam itu langsung melukai kulit leherku. Aku berusaha berontak karena merasa begitu sakit tapi tenaga Nenek yang Aku tau telah meninggal dunia itu saat ini terasa begitu kuat buatku.

Aku merasa leher kiri dan kanan-ku digigit dan dihisap oleh Nenek. Tak berapa lama Nenek melepas gigitannya, beliau lalu meludah dan memuntahkan sesuatu dari dalam mulutnya. Di antara darah segar yang telah menghitam dari bekas ludahan Nenek di atas lantai, Aku melihat ada tiga  gumpalan besar  rambut yang jatuh dari dalam mulutnya.

Setelah itu, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja kualami.  Aku kembali merasakan bahwa luka bekas gigitan Nenek di leherku itu sepertinya telah menutup kembali. Ajaib sekali! Luka yang tadi kurasakan seperti menganga itu saat ini sepertinya telah menutup kembali.

Nenek memelukku, "Tenanglah, sekuat apapun Dukun yang telah mengurung dirimu di dalam ruangan itu, dia tidak akan mampu memisahkan Engkau dan Lelaki yang engkau cintai itu, Dukun itu tidak akan mampu menandingi kekuatan cinta suci di antara kalian berdua, sebab Allah SWT selalu bersama kalian berdua.

Bersabarlah dan berserah dirilah pada Sang Pencipta, jangan takut pada manusia, semakin ia jahat padamu, maka akan semakin cepat ia merasakan balasannya.

Siapapun yang berbuat jahat padamu, Insyaallah akan berbalik pada dirinya sendiri, sebab Nenek tau bahwa "Nur Muhammad" selalu bersamamu di jalan sunyi, jalan yang hanya ada Tuhan dan kalian disitu,"

Kutatap wajah Wanita tua yang mengenakan Kerudung panjang berwarna merah marun di depanku, Nenek kandungku itu tiba-tiba mengecup keningku dan menghilang begitu saja dari hadapanku. Aku tersentak lalu berteriak memanggilnya, "Nenek jangan tinggalkan Aku! Aku ingin bersama Nenek," rintihku sambil menangis sesegukan di dalam kamar tidur milik Gadis kecil yang tadi memeluk erat tubuhku.

 

Di antara dentingan suara piano yang masish terdengar pelan, Aku berlari keluar dari dalam kamar. Aku ingin mencari Nenek! Beliau adalah tempatku bercerita sedari dulu.

Sambil membuka pintu kamar Aku berteriak dan berusaha mencari Nenek, "Aku tidak mau ditinggal sendiri di dunia yang terasa kejam dan tidak adil ini Nek, bawa Aku bersamamu," tangisku sambil terus mencari Nenek di luar kamar.

 

Tatapan mataku tertuju pada sosok Gadis kecil yang tadi memeluk erat tubuhku di luar kamar yang saat ini tengah berdiri sambil tersenyum menatapku. Kutatap Gadis kecil yang tengah berdiri disebelah seorang Wanita cantik di sebelah Lelaki tampan. Lelaki tampan itu adalah sosok yang wajahnya kulihat muncul di luar jendela sebelum Aku menumpahkan Gelas berisi minuman pemberian Wanita misterius penunggu ruangan pengap itu.

Tiba-tiba saja Aku bisa mengingat semuany kembalia; sesaat setelah Gelas berisi minuman itu jatuh dan pecah sebelum menyentuh lantai, Wanita misterius itu marah kepadaku lalu menghilang begitu saja dari hadapanku dan bersamaan dengan terjatuhnya tubuhku dari atas Kursi santai, Kursi kayu itu tiba-tiba hancur begitu saja setelah Lelaki tampan itu tersenyum menatapku.

 

Gadis kecil yang tadi memelukku di awal-awal kedatanganku di dalam kamar tidurnya itu mendatangiku, lalu mengambil jemariku, jemari Wanita cantik yang Aku panggil dengan sebutan Kakak dan juga jemari Lelaki tampan di depanku, lalu menyatukan jemari kami bertiga menjadi satu.

"Semuanya sudah berakhir," kata Lelaki tampan di depanku, Ia memeluk erat tubuhku yang menangis sesegukan di bahunya. Wanita cantik berjilbab panjang berwarna putih disebelahnya itu juga ikut menangis sambil memeluk erat punggungku.

 

Masih menggenggam jemari Gadis kecil dengan jemariku, di antara pelukan Lelaki tampan dan Wanita cantik berkerudung putih, sekilas kutatap pantulan wajah seorang Wanita cantik berkerudung panjang berwarna hitam, Lelaki tampan dan Wanita cantik berkerudung panjang berwarna putih serta Gadis kecil di dalam Cermin besar yang ada di dalam ruangan ini saling berpelukan antara satu dengan yang lainnya.

 

"Aku tidak pernah jauh darimu, bahkan ketika Dukun jahat itu berusaha mengurungmu di dalam ruangan itu." bisik Lelaki tampan yang tengah memelukku itu pelan sambil mengecup hangat keningku.

 

"Dukun yang telah mengurung jati dirimu di dalam penjara buatannya, agar Engkau dan Aku tidak bisa bersatu di dunia ini telah meninggal dunia karena ulahnya sendiri. Allah SWT telah membalas semua kejahatan mereka kepadamu dengan langsung di bayar tunai di dunia ini. Wanita jahat yang telah meminta pada Dukun itu untuk memisah Engkau dan Aku, saat ini Rumah Tangganya telah di bubarkan oleh Allah SWT.

Suami wanita jahat itu telah menjatuhkan Talaq tiga kepadanya sebelum kebakaran hebat melanda Rumahnya, begitupun dengan Dukun yang telah menyanggupi permintaannya untuk membunuhmu secara perlahan-lahan dengan cara mengurungmu sendirian di dalam ruangan itu, saat ini Ia telah meninggal dunia dengan cara yang begitu mengenaskan.

Tubuh Dukun itu ditemukan telah habis terbakar akibat Mobil yang ditumpanginya terbakar saat terjadi kecelakaan maut di jalan lintas antar Provinsi beberapa waktu yang lalu. Badai sudah berlalu, sekarang Engkau telah pulih kembali. Tersenyumlah." katanya lagi sambil menghapus air mata yang menetes jatuh di kedua pipiku dengan jarinya.

"Sudah masuk waktu shalat, ambilah air wudhu, mari kita shalat berjamah seperti dulu," Lelaki tampan yang selalu mengenakan Kemeja panjang berwarna coklat itu kembali berkata kepadaku, juga kepada Wanita cantik berkerudung putih di sebelahku, serta Gadis kecil yang sedari tadi sepertinya begitu enggan melepaskan genggaman jemariku.

 

*****

Di antara sayup-sayup suara adzan yang terdengar pelan, Aku terbangun dengan tubuh basah kuyup oleh keringat. Hari ini Aku terjaga dari mimpi yang penuh makna. Kuraba kaki dan sekujur tubuh juga kepalaku, Alhamdulillah saat ini Aku sudah tidak merasakan sakit lagi.

Perlahan Aku bangun dari atas tempat tidurku dengan perasaan gembira dan semangat baru. Sepertinya semangat hidupku telah kembali pulih kembali seperti dulu.

 

"Aku harus kuat, sebab Aku tau ada dia yang tengah menungguku di seberang sana."

 

Aku berdiri di depan cermin besar di dalam Kamar tidurku, kutatap seraut wajah cantik yang telah kembali berseri seperti biasa. Di antara keremangan cahaya lampu Kamar, samar-samar di dalam cermin besar yang berada di depanku, kulihat bayangan Diriku dan Lelaki tampan tengah bergandengan tangan sambil tersenyum ke arahku.

 

"Ya Allah, Aku merindukannya, sekian lama bayangan itu menghilang dan nyaris tidak mampu kulihat dengan sempurna selama Aku berada di dalam cengkraman Dukun itu, Alhamdulillah, saat ini Aku sudah mampu melihat wujudnya kembali.

 

Ya Allah, Aku berlindung kepadaMu, jauhkan Aku dari orang-orang yang hendak berbuat aniaya kepadaku, Aku ikhlas dan pasrahkan hidup dan matiku hanya untukMu. Ampunilah Aku dan Lelaki yang Aku cintai ini jika ada hati yang terluka karena perbuatan kami.

 

Aku mencintanya karena Engkau. Bukakan jalanmu untukku, agar Aku dan Dia yang Aku cintai bisa bersatu di dunia ini.  Ya Allah engkau adalah pemilik hati dan cinta suci ini, tuntunlah kami agar selalu berada di jalanMu dan ridhoi-lah hubungan kami. Aamiin."

 

Selesai

Catatan : Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Dukun [Bagian Dua]



 

 Kembali

Rumah Fiksi 1919
Rumah Fiksi 1919 Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

4 komentar untuk "Dukun [Bagian Dua]"

  1. Udah lama juga ya gak bikin cerpen fiksi kayak gini, kisah ini terasa hidup dan setiap kalimat-kalimatnya seperti bernyawa๐Ÿ˜Š

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. Terimakasih mba Ester ๐Ÿค—๐Ÿค—๐Ÿค— senang sekali mba Ester mampir di blog ini ๐Ÿ˜

      Hapus
www.domainesia.com